Aq tersetrum. Tetapi, aq harus berani. Bokep Indo Si Penis sudah mengeras. Ia tersenyum. Ia malah melengos. Lho, salon kan tempat umum. Aq berhasil.“Ini..,” kutunjuk pangkal pahaku.“Besok saja Sayang..!” ujarnya.Ia hanya mengelus tanpa tenaga. Paling tdk ada untungnya juga ibu menyuruh bayar arisan.“Mbak Iin..,” gumamku dalam hati.Perlu tdk ya kutegur? Sekarang hitung penumpang angkot dan supir. Apakah suaraku mengganggu ketenangan mereka?“Pelan-pelan suaranya kan bisa Dek,” sang supir menggerutu sambil memberikan kembalian.Aq membalik arah lalu berjalan cepat, penuh semangat. Bicara apa? Kalau potong rambut ya masuk ke tukang pangkas di pasar. Ah sialan. Kaki kusandarkan di tembok yg membuat ia bebas berlama-lama membersihkan bagian belakang pahaku. Lalu pindah ke pangkal paha. Aq meringis menahan sensasasi yg waow..! Duduk di tepi dipan. Tapi sebelum berlalu masih sempat melihatku sekilas. Mulutnya persis di depan Penis hanya beberapa jari. Turun tdk, turun tdk, aq hitung kancing.
